Banyak pendaki yang tidak tahu, pohon apa yang tumbuh di puncak gunung. Hamparan pohon bertubuh kerdil, berdaun sebesar ibu jari kemerahan, berbuah berry warna hitam itu, tak dikenal sebagaimana edelweiss yang dilegendakan. Tak sedikit pula yang tahu apa kata Cantigi. “Cantigi” apa sih ?
Eronis memang. Pohon kerdil inilah yang memberikan bantuan terhadap pendaki untuk berpegang ketika naik dan turun gunung. Pohon ini pulalah yang melindungi pendaki dari terjangan badai. Pohon ini pulalah yang menyediakan lantai yang nyaman untuk bivak. Ia hasilkan buah dan pucuk yang bisa dimakan bagi pendaki yang tersesat.
Cantigi (Vaccinium varingiaefolium) tumbuh di Hutan Pegunungan Atas, pada ketinggian 1500 – 2400 mdpl. Tajuk pohon biasanya memiliki ketinggian yang sama sekitar 20 meter. Daunnya juga lebih kecil. Ini dikarenakan kekurangan makanan dan nutrisi. Cantigi dominan tumbuh di hutan Sub Alpin. Daun Cantigi cantik, merah bersinar.
Cantigi memiliki daya tahan yang hebat. Mampu tumbuh di media yang sedikit makanan dan nutrisi. Akarnya kuat mencengkram. Sehebat apapun badai, Cantigi tak akan tumbang. Kuat mengadapi cuaca yang ekstrim dingin, dan menepis panas yang lekang.
Cantigi adalah pohon yang real. Nyata. Bukanlah seperti pohon Kalpataru yang tanpa wujud - yang adanya hanya dalam mitologi Hindu India.
Saya terinspirasi dengan kehandalan pohon ini untuk menamai kedai kopi saya di Cibodas. Saya ingin Kedai Kopi Cantigi Cibodas bagai Vaccinium varingiaefolium itu. Meski kecil, tersuruk, namun diharapkan bermanfaat bagi banyak orang. Membuka pintu untuk berteduh, memberikan kehangatan udara yang menusuk serta membuka hati dan pikiran dalam berbagai gasasan dan ide.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar